Selamat Tahun Baru semua, udah masuk di tahun baru nih, harus bisa move on dari semua beban di 2015. Tahun 2016 harus lebih maju lagi ...

Tentang Puisi Hamba Dan Temannya

 Selamat Tahun Baru semua, udah masuk di tahun baru nih, harus bisa move on dari semua beban di 2015. Tahun 2016 harus lebih maju lagi dari sebelumnya. Pokoknya sukses untuk segala usaha dan rencana kita di tahun baru ini. Terima kasih buat yang selalu membaca tulisanku dan selalu membuat semangat untuk terus berkarya.
  
 Udah lama ga update blog, kemarin sibuk liburan di tempat nenek di Samosir sekalian Natalan dan Tahun Baruan, kumpul bareng keluarga. Sekarang deh baru bisa update blog. Kali ini aku mau bahas tentang puisi Kisah Hamba dan Temannya. Puisi ini aku buat untuk mengikuti sebuah perlombaan puisi yang diadakan sebuah penerbit dalam rangka Hari Pahlawan, temanya Pahlawan dalam bentuk Ode maksimal 14 baris. Ada tantangan sendiri sih untuk membuat puisi dalam bentuk konsep yang ditentukan oleh orang lain, terutama harus memperhatikan banyaknya baris yang disuguhkan tetapi tetap menampilkan pesan dari puisi tersebut. Kenapa lama di masukin ke blog, kan udah lewat Hari Pahlawan? Jadi mesti menunggu batas waktu pengumuman dahulu, sebab dalam perlombaan menulis puisi ada persyaratan puisi tidak pernah dipublikasikan dalam bentluk apapun, yaudah deh begitu waktu pengumuman udah keluar, baru deh di upload ke blog walau ga menang sih.

 Puisi ini menceritakan dua sisi, di satu sisi tentang hamba yang menggambarkan pahlawan-pahlawan yang namanya dikenal didalam buku sejarah dan dijadikan hiasan jalan-jalan utama di tiap kota untuk mengenang jasa-jasa kepahlawanannya untuk negeri ini. Namun, patung tetaplah patung, benda tidak bernyawa walau ia menggambarkan sosok orang besar dengan menumpahkan darahnya untuk membela negara, patung hanyalah penghias jalan yang kerap tidak kita perhatikan lagi letaknya atau dikenang jasa-jasanya. Kita kerap lupa, apa yang kita nikmati sekarang ini adalah hasil perjuangan pahlawan yang telah gugur di negeri ini, beratnya usaha mereka hingga berkorban nyawa. Kerap kali kita mengeluh akan permasalahan kecil dalam hidup kita, menganggap apa yang kita lalui itu terlalu berat. Terselip pula dalam puisi ini sebuah kondisi jalanan perkotaan yang ada saat ini dengan udah tercemar oleh kepulan asap kendaraan.

 Pada sisi lain puisi ini menceritakan bahwa dalam deretan pahlawan tersohor yang berjuang untuk negeri ini ada pula nama-nama yang tidak kita kenal sebagai pahlawan dalam buku-buku. Hanya bintang tanda jasa yang menjelaskan bahwa mereka turut andil membela negara ini, mereka yang masih hidup dalam kemiskinan di masa tuanya. Aku mengambil sosok seorang pedagang buku loak sebagai profesi yang di geluti pedagang tua bertanda jasa pahlawan demi terus menyambung hidupnya, yang kembali terkenang akan masa-masa perjuangannya bertempur di negeri ini kala membaca buku sejarah yang dijualnya. Buku bacaan yang kerap kita anggap tidak penting untuk dibaca, kita buang dan berakhir di loakan. Kedua sisi ini memiliki sebuah persamaan, mereka terlupakan oleh generasi-generasi yang hidup sekarang ini. (Richard Stevanus Sitio)


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.