Puisi Mentari ini sebenarnya puisi lama yang sempat aku buat 2 tahun lalu, dimana saat itu aku sedang menyukai seorang wanita. Awal dibu...

Tentang Puisi Mentari


Puisi Mentari ini sebenarnya puisi lama yang sempat aku buat 2 tahun lalu, dimana saat itu aku sedang menyukai seorang wanita. Awal dibuatnya puisi ini berisi kata-kata yang absurd sehingga apa yang mau kuungkapkan dalam puisi ini pun tidak diketahui ( malahan aku yang buat setelah membaca ulang ikutan tidak mengerti dengan puisi yang kubuat.) ditambah suasan sendu galau yang menghiasi setiap bait dalam puisi ini. Lalu kepikiran, kenapa ga coba dikulik aja ini bait-baitnya biar puisinya sedikit universal dan tetap menyampaikan apa yang kurasakan saat itu.

Puisi ini terdiri dari 4 bait yang menunjukkan waktu dimana dalam larik-lariknya menjelaskan suasana dalam bait-bait tersebut, sekaligus menjelaskan setiap apa yang (harus) dilihat oleh seseorang dari orang yang dicintainya  dan mentari merupakan penggambaranku terhadap wanita tersebut dimana ia menjadi pusat dalam setiap pikiranku hari kehari.

Bait pertama aku mengambil bagian waktu senja mewakili awal dimana seseorang menyukai orang yang disukainya. Senja turut mewakili suatu keindahan dari bagian waktu, dimana saat mentari tenggelam, warna jingga menjadi latar dalam bayang hitam yang selalu ditunggu oleh seseorang yang memadu kasih. Dermaga menjadi latar tempat, dimana perasaan terhadap seseorang tersebut mulai ditambatkan dan bias air dermaga menjelaskan bagaimana karena keindahan dan cantik paras gadis tersebut perasaan yang kumiliki mampu dibelokkan untuk menyukai dia.

Bait kedua aku mengambil bagian waktu malam mewakili perasaan tenang ketika memikirkan apa yang menarik dari orang yang kita sukai, dan salah satu yang kusukai ialah saat dia menggesekkan busur biolanya sehingga menghasilkan nada-nada indah dari setiap gesekkan dawai biola tersebut, memang aku buat tentang alat music, namun ada makna indah yang tak mampu terucapkan dalam kata-kata saat melihatnya memainkan biola.

Bait ketiga aku mengambil bagian waktu pagi, dimana kehadiran orang yang kita sukai menjadi penyemangat dalam menjalani hari-hari. Senyumnya yang indah menjalar menjadi hangat keseluruh tubuh disaat kita dapat melihatnya, tawanya yang bagaikan merdu kicauan burung menjadi teman yang paling indah dalam saat berbicara, kedua hal ini dapat diibaratkan tegukan pertama dari secangkir kopi, mereka yang menyukai pertama pasti sangat menantikan tegukan pertama tersebut, saat ternikmat dimana rasa pahit dari kopi bagaikan madu menyusuri lidah dan tenggorokan.

Bait keempat yang menjadi bait terakhir mengambil bagian waktu siang, dimana saat itu mentari sedang teriknya, panas yang membuat gerah menggambarkan bahwa sebagaimana pun kita menyukai seseorang, memikirkannya dari hari kehari, kita pasti akan melihat sisi lain yang selama ini kita kesampingkan dari orang tersebut, sisi yang memang ia miliki , namun tidak kita sukai, seakan-akan kita berhak menentukan kepribadiaan dari orang yang kita sukai. ( Richard Stevanus Sitio )



7 komentar:

  1. Kok langsung main ke interpretasi puisinya aja, unggah puisi aslinya dong..

    BalasHapus
  2. Mas, saya baru baca judul di bawah unggahan ini. Maaf, maaf.. Perempuan itu, pastilah beruntung..

    BalasHapus
  3. Halo Helena, yang tersisa sih tinggal puisi ini. Dulu aslinya dikasih lihat ke teman, karena maknanya yang kurang jelas, jadi langsung buru-buru diganti deh, jadi pertinggalan aslinya udah ga ada.
    Wah soal keberuntungan dia aku kurang tau nih ~

    BalasHapus
  4. Lihat apa kamu cyn? Penampakan?
    Makasih yah udah setia membaca

    BalasHapus
  5. Lalap la kau penampakan haha .. Iya sama-sama chad~

    BalasHapus
  6. Eh aku udah baca-baca kemarin blogmu. Udah banyak buka tab eh ada kerjaan. Tar kulanjutin lagi yah nyemak disana . hahahaha

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.